Suzuki adalah nama yang sudah nggak asing buat balapan GrandPrix. Sewaktu masih bareng Ernst Degner, mereka sukses bikin heboh kelas 50cc dengan mini-monster kayak Suzuki RK67… Thanks untuk limbahan (atau lebih tepatnya contekan) teknologi 2-tak dari MZ di Jerman Timur.
Meski pernah ikutan balap GP, tapi Suzuki sama sekali belum berpengalaman dikelas para raja. Yap, sejauh ini Suzuki hanya pernah mengikuti kelas 50cc, 125cc, dan kemudian mentok dikelas 250cc. Kelas 500cc itu sudah beda lagi ceritanya… Disini, semua teknologi paling baru di dunia balap motor jadi bahan eksperimen pabrikan. So, ketika Suzuki memutuskan bakal comeback ke balapan GrandPrix dan memilih langsung terjun dikelas premier, bakal kayak gimana jadinya?
Nah inilah History Lesson Suzuki RG500 Square Four!
1973 – Square Four: Koneksi Jerman Timur

2 tahun setelah Yamaha memutuskan kembali ke ajang balapan GrandPrix, Suzuki jadi pabrikan Jepang kedua yang menyusul. Rencana Suzuki simpel, ikut balapan GP500 musim 1973 pakai TR500 Production Racer, rekrut rider papan atas, kumpulkan data musuh sebanyak-banyaknya, sambil mendevelop motor balap terbaru untuk ikutan musim 1974.
Tapi, dibanding Yamaha yang punya seabrek engineer 2-Tak berpengalaman, tim Factory Suzuki awalnya cuma punya 4 orang engineer… 2 mendevelop mesin, dan 2 lainnya kebagian meracik bagian sasis. Prototype awal motor balap Suzuki selesai pada akhir musim 1973 dengan nama Suzuki G-54 Concept. Alias cikal bakal RG500 yang melegenda.
Semua yang ada di motor ini sebenarnya simpel banget. Dapur pacunya pakai 2-Tak Square Four 500cc, alias mirip gabungan mesin 250cc tandem twin peninggalan Ernst Degner yang dilakban jadi satu. Teknologi Rotary Valve & Exhaust Expansion Chamber nya juga masih dipertahankan seperti awal mereka mencontek ide Walter Kaaden dari pabrikan Jerman Timur, MZ. Saking simpelnya, bahkan silencer knalpotnya pun dibuat dari kaleng minuman Green Tea di Jepang. Apapun yang bisa menghasilkan power setinggi-tingginya, bakal digas terus sama Suzuki.
Hasilnya memang luar biasa, setelah G-54 Concept berhasil direalisasi dan berubah menjadi XR14, powernya sanggup tembus lebih dari 105 HP – alias melebihi YZR500, MV Agusta Tre, dan MV Agusta 4C. In fact, XR14 ini jadi yang paling superior dalam urusan power output dikelas para raja. Ketika motor ini disiapkan ikut GP500 musim 74, namanya kemudian kita kenal dengan nama Suzuki RG500. Sementara untuk ridernya, Suzuki sukses mengamankan jasa playboy multitalenta yang sekaligus merangkap sebagai joki balap dari Inggris, bernama Barry Sheene.

So, gimana kiprah sang RG500 yang diklaim punya rate output power paling tinggi saat itu? Sayang, jawabannya nggak bagus-bagus banget. Meski punya potensi yang luar biasa, RG500 XR14 dihadapkan dengan seabrek masalah. Mulai dari sasis yang terlalu kaku, powerband mesin yang terlalu sempit karena expansion chamber dipaksa bekerja di RPM tinggi, sampai problem dasar soal reliability karena keterbatasan metalurgi yang dimiliki Suzuki.
Dan itu bukan saya yang ngomong lho, tapi dari Barry Sheene sendiri yang menyebut XR14 awal itu handlingnya kayak celeng. So, setelah melempem di musim 74, Barry Sheene terbang langsung ke markas tim Suzuki Factory di Ryuyo, Hamamatsu. Ubahan besar-besaran dilakukan untuk bagian sasis & permesinan, untuk menjinakkan karakter RG500 yang terlalu bergantung ke RPM tinggi. Berbagai macam bentuk exhaust chamber, coakan rotary valve, sampai timing port ditest untuk menyamai delivery power Inline-4 reed valve ala Yamaha.

Test berlangsung sukses. Sayangnya, Barry Sheene, rider andalan Suzuki saat itu mengalami crash saat mengikuti balapan Daytona 200 musim 1975… Membuat harapan Juara Dunia Suzuki pupus, dan akhirnya jatuh ke genggaman Yamaha & Giacomo Agostini. Gak patah semangat, setelah sembuh Barry Sheene langsung ikutan balap dan memenangkan 2 seri di musim 75.
Tapi, headline musim tersebut tetap dipegang oleh kombo Yamaha-Agostini, yang secara spektakuler mampu menghentikan dominasi MV Agusta yang legendaris.

Suzuki RG500 (XR14)
2-Stroke, 497cc, Square Four
Rotary Disc Valve, Chromoly Steel Frame
100 HP @ 10.750 RPM – 137 Kg
Bangkit lagi artikelnya kang. Tetep semangat ditengah pandemi.
kumaha kabar proyek2nya? Pernah liat di respon komen youtube kalo gak salah ingat.
Alhamdulillah.. dahaga info balap jadul terobati..
Kiarin artikel nya cuma satu halaman pas baca kok kayak nge gantung, ehh ternyata masih ada halaman lain wkwkw
yoman
artikel di blog maning