The Story of Honda NR500 (Part 2)

Di artikel sebelumnya kita sudah bahas betapa gilanya konsep motor balap Honda saat comeback ke ajang GP500. Kita juga sudah bahas betapa musinginnya problem mesin 4-Tak oval piston yang begitu kompleks. Kita juga sudah sedikit flashback pelajaran kimia semasa sekolah dengan teknologi metalurgi Honda yang menggunakan material alumunium, magnesium, titanium, hingga uji coba material carbon composite.

Sayangnya, kita juga sudah mendengar cerita kegagalan mereka yang spektakuler saat comeback ke balapan GP500. Bukan cuma kalah bersaing, proyek motor balap Honda yang bernilai milyaran Yen ini juga turut dipermalukan oleh kompetitornya.

Honda NR500-1 (0X)

Tapi ini adalah Honda. Pabrikan yang pendirinya terkenal begitu keras… Keras kerjanya sekaligus keras juga kepalanya. Sang maestro yang tenar bukan cuma lewat inovasinya yang super brilian, tapi juga lewat quotes legend nya yang berbunyi: kesuksesan adalah 99% kegagalan. So, dipermalukan selama satu musim bukan jadi alasan mereka harus menyerah di balapan GP500.

In fact, teknisi muda Honda di divisi New Racing justru semakin berambisi membuat prototype motor balap 4-Tak yang mampu mengalahkan dominasi 2-Tak dibalapan kelas premier. Tapi yang jadi pertanyaan, bagaimana caranya?

Late 1979 – Back To Basic

Perjalanan NR berlanjut….

Ditengah musim salju di Jepang, tim engineer New Racing tetap melakukan tes secara intensif untuk NR500. Target untuk NR generasi selanjutnya itu bisa dibilang susah-susah musingin, mereka harus kejar performa – sekaligus juga kejar durability. Sesuatu yang kalau di dunia balap itu berbanding terbalik… Kalau kejar performa, otomatis durability bakal dikorbankan. Dan sebaliknya, kalau kita kejar durability, performanya yang bakal jadi tumbal.

Seiring tes berjalan, satu demi satu problem di motor berpiston oval ini mulai terkuak. Dan seperti yang sudah dibahas di video sebelumnya, problem di NR500 ini ternyata banyak banget.

Saking banyaknya, sampai-sampai tim New Racing harus membuang hampir 95% komponen dari NR500 generasi pertama – kemudian diganti komponen baru yang diriset dari NOL. Atau Bahasa simpelnya begini, yang dipertahankan engineer Honda itu cuma konsep mesin V4 oval pistonnya, sementara konsep yang lainnya disobek-sobek, kemudian dibuang ke tempat sampah.

Honda NR500-2 (1X), sasis baja tubular konvensional

Problem yang pertama gak usah ngeliat jauh-jauh sampai ke detail internal mesinnya. Itu body yang sekaligus jadi sasis monokok di NR500 juga jadi salah satu biang kerok yang nyusahin tim mekanik Honda dilapangan. Nyetting ini kudu lepas sasis, nyetting itu kudu lepas sasis, buset ribet deh pokoknya.

Untuk itu di NR500 generasi kedua Satoru Horiike yang dipercaya sebagai leader sasis proyek New Racing memilih sasis tubular berbahan pipa baja standar untuk menggantikan sasis monokok aluminium di generasi perdana. Karena waktu riset yang amat sangat mepet, Horiike mempercayakan manufaktur sasis ini ke sang ahlinya langsung, Adrian Newey versi roda 2, Ron Williams, pendiri Maxton Engineering.

Windshield circular yang uniknya juga diganti, kembali lagi pakai model standar. Honda menganggap model windshield di NR500 generasi pertama itu punya efek membelah angin yang lebih baik dibanding model visor standar. Sementara menurut ridernya, windshield ini punya satu kelemahan fundamental. Yap, nggak kelihatan bro soalnya, wkwkwk.

“Inovasi suspensi depan upside down di NR500 baru bisa disempurnakan oleh manufaktur mulai musim GP500 1988 keatas. Team Cagiva & Yamaha pakai Upside Down buatan Ohlins, Suzuki menggandeng Kayaba, dan Honda pakai suspensi besutan Showa.”

Suspensi depan upside down yang super inovatif juga dibuang Honda di generasi kedua NR500. Perannya kemudian digantikan oleh suspensi teleskopik konvensional yang didevelop bareng Maxton Engineering. Alasannya? Karena setup suspensi teleskopik sudah banyak yang jago, dibanding harus utak-atik sendiri setting suspensi upside down di R&D Center Honda. Waktu adalah segalanya bagi project New Racing ini. Ingat, mereka itu cuma dikasih waktu sekitar 7 bulan dari musim 1979 berakhir, sampai race pertama di musim 1980.

Ukuran velgnya juga dirombak total, dari yang sebelumnya pakai velg magnesium comstar berukuran 16 inci, di musim 1980 ukurannya berubah jadi 18 inci dengan material aluminium konvensional… Alias ukuran yang sama persis kayak yang dipakai sama kompetitor. Buset deh, itu sasis sama kaki-kakinya dirombak semua, kayaknya malah nggak ada part NR lawas yang dipakai di versi kedua ini deh…. Ckckck, motor 3 milyar yen mah bebas lah!

Mesin Honda NR500 (0X)

Tapi kalau dibanding unsur sasis & kaki-kaki tadi, Honda NR500 ini masih punya problem yang jauh lebih musingin lagi. Apakah itu? Ya, apalagi kalau bukan mesin oval pistonnya! Suguru Kanazawa yang menjadi penanggung jawab mesin oval piston ini mencoba berbagai konfigurasi baru untuk NR500 generasi kedua. Bedanya dengan NR500 generasi pertama yang terkesan over complex & over engineering, mesin baru yang berkode 1X ini justru lebih ditujukan kepada simpilisitas dan kemudahan bagi para tim mekanik New Racing.

Dari sisi oval pistonnya sendiri kini sisi-sisinya dibuat lebih melengkung, nggak lagi kayak model 2 piston bundar yang dilakban terus tengahnya ditambal. Tujuannya untuk memperpanjang durability dan memudahkan engineer dalam proses manufaktur ring piston. Model oval piston ini nih yang nantinya dipakai Honda di prototype racer NR750 dan di versi road-legalnya yang super legend.

Selain rombakan di oval piston, tim engineer New Racing juga merombak hampir seluruh bagian mesin versi 0X – seperti dibagian kruk as dan gear-driven camshaft yang diperkuat, ubahan total dibagian head silinder, sistem pengapian, rombakan karburator, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Iklan

2 comments

  1. Akhirnya terpuaskan lagi membaca narasi bro Eno yg cocok buat saya. Jujur saya termasuk tipe konservatif, lebih suka baca drpd nonton yutub. Keep posting, kangbro.

    • sama bro, saya lebih suka baca dibanding didongengin orang, makanya saya ga suka podkes yutub, saya termasuk golongan visual learner akut, mending liat foto atw video tanpa sound tapi ada caption, kalo dimixed-up sama sound sebagai narasi saya malah jadi buyar fokus.

      thanks buat mang eno yang masih nulis artikel berbobot.

Silahkan Berikan Komentar Brosist yaa ....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s