Skandal Fuel Flow Ferrari & Skandal Valve Yamaha

Melihat problem mesin Yamaha tahun ini, saya langsung keingetan skandal Ferrari musim lalu. Kasusnya beda 180° sih, meskipun sama-sama soal “kecurangan” dari sisi permesinan. Jadi menurut saya nggak terlalu relevan kalau dibahas full dari sisi teknikal.

Yang relevan itu, justru dari perspektif hukuman & sisi politik yang kelam di 2 balapan paling bergengsi di dunia ini. Ya di internal F1 & MotoGP itu terasa banget aura politiknya. Terasa banget lobi-lobinya. Dan sedihnya, terasa banget manipulasinya.

Jadi gini…

Skandal Fuel Flow Ferrari

Di F1 musim 2019 lalu, Ferrari sebagai salah satu manufaktur Power Unit (baca: mesin) F1 diduga melakukan “kecurangan” dengan mengakali fuel flow sensor di mesin V6T Hybrid. Di F1 jumlah bahan bakar maksimum yang disuplai ke mesin itu diatur dan dimonitor setiap detiknya sama FIA. Dan Ferrari diduga menemukan celah di regulasi ini untuk bisa mengalirkan bahan bakar lebih banyak ke mesin.

Makin banyak bahan bakar yang disuplai, makin dahsyat ledakan proses pembakarannya, makin tinggi powernya, makin kencang topspeednya, makin gila laptime nya. Musim lalu, di trek lurus, Ferrari itu bisa mencuri 0,5 – 0,8 detik di straight lurus dibanding Mercedes sekalipun… Which is menjadi benchmark pengembangan mesin F1 sejak era V6T Hybrid dimulai.

Setelah adanya protes dari tim lain, FIA selaku pembuat regulasi langsung melakukan investigasi. Hasilnya, justru malah bikin tambah bingung. FIA yang menyelediki mesin Ferrari ternyata nggak mempublikasi apa aja regulasi teknikal yang dilanggar Scuderia Ferrari!

Para media & fans cuma dikasih tau adanya kesepakatan antara FIA & SF buat “memperbaiki pengaplikasian technical & monitoring Power Unit kedepannya.” Sementara detailnya sendiri malah dirahasiakan antar kedua pihak.

Ini seperti manggil pencuri dengan sebutan maling, tapi yang manggil sendiri justru takut kemudian berdamai sama pencurinya. I mean, holy mama! What the frick?

Maling

Makanya diawal tadi saya sebut skandal fuel flow Ferrari ini dengan “kecurangan.” Karena memang jelas sekali Ferrari sudah melakukan kecurangan. Tapi secara teknis, kecurangan tadi juga nggak bisa dibuktikan – karena nggak dikasih bukti pentingnya. Jadi ya mumet deh!

Nggak heran, manufaktur power unit kompetitor Ferrari kayak Mercedes, Honda & Renault – beserta tim masing-masing – langsung protes besar-besaran ke FIA. Sejak awal musim, hampir disetiap race beritanya selalu soal protes lagi, protes lagi.

Hukumannya apa? Ya, seaneh seperti yang kalian nggak pernah duga sebelumnya… Nggak ada hukuman apapun! Meski ada kecurangan, tapi Scuderia Ferrari masih sah sebagai pemenang GP Belgia, GP Italia & GP Singapore musim lalu… Termasuk juga posisi kedua di Constructor Championship.

Gila nggak tuh!?

Terus, Ferrari enak bener dong bisa curang selama semusim penuh tanpa ada sanksi? Ya bisa dibilang enak, bisa dibilang nggak juga. Enaknya, kemenangan di Spa, Monza & Singapore itu sah tetap milik driver Ferrari, begitupun dengan seabrek Pole Position dengan mesin gokil yang konon punya tenaga 1000 BHP. Begitupun dengan prize money konstruktor mereka musim lalu diposisi 2, diatas RedBull-Honda, dibawah Mercedes.

Nggak enaknya? Setelah ada penyelidikan di Austin, performa Ferrari mendadak jeblok. Nggak ada lagi keunggulan sampai 0,8 detik di straight lurus. Qualifying jeblok, race jeblok. Ditambah lagi soal kekonyolan 2 drivernya, jelang penutup musim 2019, Ferrari ancur minah.

Nah yang paling nggak enak, musim ini Ferrari hancur sehancur-hancurnya. Karena F1 musim ini ada sensor fuel flow tambahan yang membuat data soal fuel flow jadi hampir mustahil buat diakali, nggak ada angin nggak ada hujan, power mesin Ferrari langsung drop drastis. Bahkan ada gosip yang menyebut power mesin baru Ferrari hilang sampai 50 HP!

Hasilnya, mobil andalan Ferrari musim 2020 (SF1000) itu lemot selemot-lemotnya. Di lurusan dibully Mercedes, Honda & Renault. Di tikungan dipermalukan Mercedes-AMG Petronas & RedBull-Honda. Bayangin aja, dari yang sebelumnya paling kenceng di Kemmel Straight (Spa) & Straight Monza, mendadak langsung jadi yang paling lemot secara akselerasi & top speed… Soalnya, sasis Ferrari musim ini dibuat high downforce untuk dipadu mesin super-powerful musim lalu.

Bayangin, dari musim sebelumnya bertengger di posisi kedua Constructor, sekarang tiba-tiba langsung drop ke posisi 6 dan berpotensi dibalap Scuderia AlphaTauri yang makin ganas diposisi 7. Mereka kalah telak dari Renault, McLaren & Racing Point… Tim yang musim sebelumnya itu bisa ditinggalkan 1 lap oleh Ferrari!

Masih ada Haas & Williams yang lebih lemot sih, tapi you get the idea.

Kang Eno

Lucunya, berbarengan dengan jebloknya performa Ferrari musim ini… Perlahan tim yang sebelumnya protes besar-besaran – sampai bikin headline di media sosial – justru mulai mencabut tuntutannya ke FIA. Dan begitu Ferrari mulai terlihat punya performa bagus, protes tadi tiba-tiba juga balik lagi menghangat ke media. Dan setelah ada protes tadi, performa Ferrari balik turun lagi. Dan begitu aja bolak-balik terus kayak setrikaan.

Ini antara lucu sekaligus nyebelin juga. Satu sisi, dikasus ini kelihatan banget ada unsur politik antara bos-bos tim besar, FIM yang melakukan pengawasan regulasi & Liberty Media selaku penyelenggara F1. Kelihatan ada semacam agreement yang tidak dipublikasi antara pihak-pihak tadi. Dimana tim F1 nggak bakal protes soal detail & hukuman skandal Ferrari… Selama Ferrari nya sendiri nggak bisa bersaing di papan atas.

Yang nyebelin, ini justru bikin F1 musim ini jadi nggak seru sama sekali. Balapan F1 itu juga masuk kategori sport. Dan ketika unsur sport nya itu sudah dicampur aduk dengan ranah politik, hilang deh esensinya!

Skandal Valve Yamaha

So, buat kasus Yamaha di MotoGP, teknisnya itu jauh beda dari skandal Ferrari di F1. Detailnya bisa kalian lihat langsung via artikel wak haji TMCBlog yang super detail & mendalam… Serius, saya nggak bisa nulis yang lebih bagus lagi, jadi mendingan langsung mampir kesana.

Nah, yang sama antara kedua skandal panas ini justru adalah output dari skandal itu sendiri. Di F1, Ferrari terbebas dari hukuman. Gimana dengan di MotoGP?

Well, Yamaha hanya diberikan pinalti 50 poin untuk klasemen constructor, dan pinalty poin untuk tim Factory & Satelit. Sementara ridernya justru terbebas dari hukuman. 2 kemenangan di seri awal yang ada sangkut-pautnya dengan mesin ilegal, justru dibiarkan begitu saja.

Yang bikin tambah greget, keputusan ini bukan cuma diambil dari sisi FIM doang, tapi juga sudah lewat persetujuan MSMA yang kita harapkan protes paling keras soal skandal ini. Lah, jadi lucu kan?

Dilihat dari sisi manapun, outputnya justru jadi mirip seperti Skandal Fuel Flow Ferrari musim ini. Kalau di F1 terlihat ada unsur politis antara Tim, FIA & Liberty Media. Di MotoGP juga kelihatan ada politik yang serupa antara MSMA, FIM & Dorna Sports!

Bedanya, disini posisi Yamaha sedikit dilindungi untuk tetap menjaga potensi Juara Dunia. Karena biar bagaimanapun, mereka masih punya 3 rider yang berpeluang Juara Dunia musim ini. Belum lagi soal, eheemm, brand image.

Apabila unsur tadi dihapus, siapa lagi yang mau nonton 3 seri sisa MotoGP musim ini? Mendingan langsung aja kasih selamat ke Suzuki yang sukses konsisten tanpa skandal-skandalan… Ya nggak?

Kalau Suzuki nggak bikin error sendiri itu juga…

FBS

Disini kelihatan banget ada unsur yang sama antara MotoGP & F1 musim ini: Manipulasi.

Dan itu yang menurut beberapa orang jadi alasan mereka nggak mau nonton F1 lagi dimusim-musim sebelumnya. F1 itu terlalu politis, terlalu manipulatif. Sayangnya, sekarang hal yang sama juga terjadi di balapan favorit masyarakat Indonesia, MotoGP. Entah karena tekanan pandemi yang sangat menyusahkan di musim ini, atau memang ternyata sudah dari dulu ada yang beginian.

Yang jelas, jangan kaget kalau tiba-tiba performa Yamaha molor di 3 race terakhir. Atau tiba-tiba Yamaha harus start dari pitlane. Atau tiba-tiba mesinnya trouble ditengah race.

Dan jangan kaget juga kalau bakal ada protes & celotehan pedas dari para bos-bos tim balap MotoGP seandainya performa Yamaha kembali membaik di 3 seri yang tersisa… Dan jangan kaget lagi kalau tiba-tiba performa Yamaha drop lagi setelah ada protes tadi. Dan jangan kaget kalau ternyata bolak-balik begitu aja kayak setrikaan di 3 race terakhir musim ini.

Udah kenyang lihat yang beginian saya mah!

Iklan

19 comments

    • Keterkaitan antara menang motogp sama penjualan sepeda motor. Tidak terlalu signifikan kalau menurut saya, akan bisa signifikan jikalau suzuki banyak mau mendengar konsumen mengenai desain. Dan mencoba menerapkannya.

  1. Masalahnya anggota MSMA yang lain gak protes kang!! Kalau protes sih lebih seru!! Jujur, sebagi fans VR46 saya sendiri lebih memilih dipotong juga point rider nya, terkait apakah rider tsb. tahu ada pergantian valve atau enggak, tapi mereka memakai mesin tsb! Masa acara sport balap motor paling tinggi di dunia gak bersikap sportif! bikin ketawa mules!
    Kalau soal politik di moto GP sih, sudah sering lah, mulai dari politik dalam team itu sendiri, hingga politik di dalm moto GP! kita ingat, bagi mana Hayden dinomor duakan setelah Pedrosa!! bagai mana kapasitas mesin dari 1000cc turun menjadi 800cc di 2007, dengan alasan safety (ada yang bilang demi pedrosa yang bertubuh mungil), atau bagai mana DORNA mengubah aturan rookie harus masuk tim satelit dulu demi memuluskan Marc Marqes masuk ke Repsol honda!! intinya, semua demi tontonan, demi sponsor!!

Silahkan Berikan Komentar Brosist yaa ....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s