Tadao Baba, Father of the FireBlade!

TOTAL CONTROL

Sama seperti seniornya, sebelum memutuskan konsep dasar project ini, Tadao Baba lebih dulu mengamati produk kompetitor. Memanfaatkan kelebihannya sebagai test rider, Baba-san bisa dengan cepat menyimpulkan kekurangan motor lain dikelas ini, kayak Suzuki GSX-R1100, Yamaha FZR1000 EXUP, bahkan dibanding CBR1000F punya Honda sendiri.

Menurut Baba-san, sportbike waktu itu memang kencang, tapi sama sekali nggak menyenangkan di tikungan. Atau dengan kata lain, semuanya terlalu berfokus ke power dan stabilitas, tapi melupakan soal bobot, handling, plus kelincahan untuk dipakai di trek sungguhan.

Sebaliknya, Superbike homologasi balap saat itu punya handling dan teknologi yang jauh lebih baik, tapi kekurangan torsi gara-gara karakter mesinnya diset untuk power di RPM tinggi. Plus, harganya juga jauh lebih mahal dibanding kelas 1 liter sekalipun.

“ Sportsbikes waktu itu cepat. Wuushh! (ia menirukan gerakan lurus dengan tangannya), tapi tidak menyenangkan di tikungan. Tidak mampu diajak flick-flack (berubah arah dengan cepat)! Saya ingin superbike yang menyenangkan untuk dikendarai, dan yang lebih penting, untuk melewati tikungan. Saya mengatakan kepada orang-orang pada saat itu bahwa motor baru ini akan mengubah pemikiran untuk konsep sportbike, bahwa itu akan menyenangkan baik di tikungan maupun di lintasan lurus.”

Tadao Baba

Setelah melakukan riset tersebut, Tadao Baba mengambil kesimpulan kalau motor yang bakal dirilis Honda nantinya bakal merubah pandangan orang terhadap sebuah superbike. Bukan tentang topspeed, bukan tentang teknologi absurd, bukan tentang dimensi yang gambot, tapi sebuah superbike yang kencang, lincah, dan mudah dikendarai alias easy-to-use.

Penggabungan karakter tadi, menghasilkan konsep dasar baru untuk sang FireBlade: TOTAL CONTROL.

Honda CBR750RR Prototype

Sebelum Tadao Baba menghandle project ini, aslinya Yoichi Oguma sudah punya konsep motor sendiri berlabel CBR750RR. Karena mesinnya terlalu underpower buat melawan kelas 1 liter, mesin 4 silinder tadi dicopot dan dirombak ulang. Sementara untuk bagian sasis utama, subframe, sama printilan kecil lainnya tetap dipertahankan.

Untuk mesinnya sendiri, Baba-san meminta engineer Honda menaikkan langkah strokenya sekitar 10mm. Sementara pistonnya tetap dipertahankan. Istilahnya di stroke up gitu lah, tapi ini versi pabrikan.

Alasannya, Tadao Baba menganggap mesin Inline 4 silinder 750cc race replica racikan Oguma ipunya karakter High RPM yang sangat bagus… Bahkan mampu mengimbangi motor eksotik V4 mereka VFR750R RC30. Sayangnya mesin ini loyo di RPM rendah.

Terbukti, dengan kenaikan kapasitas mesin dari 750 ke 893cc, output power sama torsinya meningkat sekitar 25%, diputaran mesin yang lebih rendah. Sesuatu yang bakal berguna banget saat kondisi stop n go & penggunaan harian, alias kebalikan dari kelas Superbike 750cc yang karakter mesinnya terlalu “racy.”

Masalahnya, karena upgrade tadi, bobot mesinnya juga jadi tambah berat. Sementara buat menghasilkan konsep TOTAL CONTROL, Tadao Baba mematok target bobot kosong motor ini harus berada dibawah 190 kg doang – alias hampir setara kayak motor 600cc! Dan buat desainer yang terkenal tukang ngudud ini, sekali doi pasang target, nggak ada yang namanya kompromi.

So, buat memangkas bobot motor ini secara signifikan, engineer Honda dipaksa mikir dengan cara yang berbeda. Hasilnya, calon superbike Honda ini pakai velg depan 16 inci, lebih kecil dibanding superbike normal yang waktu itu pakai velg 17 inci. Ukuran velg ini punya plus-minus sendiri… Di satu sisi bikin handlingnya jadi tambah lincah, tapi sayangnya juga bikin tank slapper kalau dipush sampai limit.

Ban yang semula pakai ukuran 120 dan 190 dirubah jadi 130 di depan & 180 di bagian belakang. Kemudian karena di era tersebut suspensi upside down masih tergolong berat, akhirnya Tadao Baba bikin request ke Showa bikin suspensi teleskopik dengan bobot yang seringan mungkin, tapi bentuknya dibikin mirip upside down biar motor ini nggak dianggap ketinggalan trend.

Istilahnya Tadao Baba ini nggak mau didikte oleh Suplier Sparepart. Honda Soalnya di project ini, justru Baba-san sendiri yang pesen spesifikasi khusus dengan ukuran yang sekecil-kecilnya, sama bobot yang seringan-ringannya!

Walhasil, calon motor baru Honda ini bukan cuma mampu mencapai target minimum bobot yang 190 kg… Tapi juga sekaligus melampaui target tadi. Karena bobotnya dalam kondisi kosong itu diklaim Honda cuma 185 kg doang.

Begitu calon superbike ini ditest sama tester di sirkuit Suzuka tahun 1989, bukan cuma kelas Superbike 750cc doang yang dipaksa terdiam… Bahkan kelas 1 liter kayak FZR1000 EXUP, GSX-R1100, sama CBR1000F punya Honda sendiri pun ketinggalan jauh diatas trek.

Dan nggak cuma tester official Honda doang yang ngetes motor ini, karena basic aslinya itu seorang tester sekaligus joki balap, Tadao Baba juga ikutan ngegas calon Superbike ini. Sayangnya karena talentanya sudah lama nggak dipoles, Baba sering banget crash kalau coba mengimbangi tester muda yang lebih fresh.

Uniknya, sebelum sesi test dimulai, designer yang punya julukan “Budha Baba” tadi memberikan speech ke tester Honda yang isinya:

“Para gentlemen, hari ini kalian akan mengendarai motor yang bakal merubah pandangan semua orang tentang motor supersport”

And boy, they did.

44 comments

      • bener banget kang…

        ini enaknya jadi pengunjung warung kang eno..
        jadi tau sejarah nambah wawasan dan inspirasi…

        mau dipuji lagi gak kang..??
        kalo mau, kirimin mama pulsa dulu ya…
        mama lagi dikantor p*lisi

        kaaaaboooorrrrrrrr

  1. Pesan moral yg ane tangkap dr tadao baba ini , ga masalah dr mana tingkat pendidikan seseorang,,,yg penting dia punya semangat,pasion dan konsistensi, serta pekerja keras, niscaya dia dapat memperoleh mimpinya,,,, daripda pendidikan super tinggi sampe S123 sekalipun kalo korupsi dan males2an ya percuma, ngoahahaha….

  2. brati pendekatan yg dilakukan oleh honda emang berbeda dg yamaha ya untuk superbike nya, Kalo R1 kususnya R1 crossplane, lebih mengutamakan kestabilan di mid corner saat high speed cornering, tapi soal nimble dan agility masih kalah sama CBR, bukti nyata ada pada balap British Superbike seri Thruxton yg sirkuitnya amat memanjakan high speed cornering panjang, beberapa minggu lalu dimana di 2 race Josh broks dg R1 nya dapat juara 1 semua, padahal di stright kalah sama S1KR & ZX 10R, sedangkan di sirkuit cadwell park yg sempit dan banyak kelokan naik turun CBR bisa juara di race 2.

Silahkan Berikan Komentar Brosist yaa ....