Sewaktu Honda jadi yang pertama memperkenalkan motor Turbocharger berstatus produksi masal, dunia dibuat heboh. Di satu sisi, CX500 Turbo dinilai sebagai sebuah achievement tersendiri bagi pabrikan sayap yang mampu menggabungkan konsep mesin forced induction dengan teknologi elektronik canggih kayak motor alien.
Tapi disisi lain, banyak juga yang menganggap effort Honda tadi cuma sebagai statement pabrikan… Lebih ditujukan untuk show off kemampuan engineering mereka, bukan sebagai effort untuk mempopulerkan Turbocharger bagi konsumen umum. So, pabrikan pabrikan Jepang lain pun membalas serangan motor Turbo Honda tadi dengan konsep yang berbeda. Era sahut-sahutan motor bermesin Turbo ini kemudian kita kenal dengan nama “Japanese Turbo War”, atau perang motor bermesin Turbo dari Jepang.
Dan seperti yang sudah sedikit kita singgung di artikel sebelumnya. Satu-satunya kompetitor Honda yang bisa menyaingi cepatnya R&D CX500 Turbo, adalah Yamaha.
Jawaban motor Turbo Yamaha ini sebenarnya nggak jauh dari momen perilisan Honda CX500 Turbo, masih disekitaran tahun 1982. Meskipun aslinya versi prototype Honda tadi sudah nongol dari tahun 1980. Soalnya ya nggak aneh sih, Yamaha memang jadi satu-satunya pabrikan yang bisa menantang Honda dari sisi R&D maupun dari sumber daya. Dimana pengembangan motor Turbo Suzuki & Kawasaki itu masih sekitar 1-2 tahun lebih lambat.
So, kenapa justru Yamaha? Kenapa nggak Suzuki atau Kawasaki yang aslinya sering khilaf development motor berspek gila? Bukannya Yamaha sejak era 70-an masih focus dipasar 2-Tak ya Kang?
Iya, memang betul. Tapi, satu hal yang nggak boleh kalian lupakan – secara branding – cuma Yamaha yang mampu menyaingi Honda di segmen motor berperforma tinggi, khususnya dipasar Amerika & Eropa. Ini nggak lepas dari kesuksesan mereka di balapan GrandPrix dan AMA di Amerika Serikat.
Kalau kalian nonton video History Lesson tentang Harley-Davidson & Kawasaki via YouTube ENOANDERSON, disitu sudah sedikit saya gambarkan kalau di era 70-an Yamaha sukses jadi raksasa balapan dunia. Mereka itu jadi yang pertama sukses menumbangkan digdayanya MV Agusta lewat duet YZR500 & Agostini. Mereka bahkan mampu menguasai balap AMA & GrandPrix sekaligus lewat prestasi Kenny Roberts Sr. & YZR500. Dan bukan cuma lewat prestasi tadi doang, dikelas GP350, GP250, dan balapan AMA yang levelnya lebih rendah sekalipun, kontribusi tim balap Factory Yamaha dalam mensupport pebalap jadi yang paling besar dibanding 3 kompetitor asal Jepang.
Dan ingat, dimomen ini pula Honda absen dari balapan GrandPrix. Hasilnya, meskipun mereka jadi yang pertama kali mempopulerkan Superbike lewat CB-series & CBX, tapi secara pamor Yamaha tetap mampu menyaingi lewat program racing dan motor 2-Tak High Performance. Apalagi memasuki era 80-an, Yamaha juga mulai serius menggarap project Superbike 4-Tak, dimulai dari XS 3 silinder, dan kemudian disusul XJ-series 4 silinder.
Jadi begitu memasuki era 80-an, clash antara Honda & Yamaha dipasar benua biru menjadi sesuatu yang sepertinya sudah nggak bisa terhindarkan. Ini bukan lagi persaingan soal siapa yang bikin motor tercepat atau paling gede horsepowernya, tapi soal duel hegemoni untuk menjadi pabrikan Jepang terbesar dalam skala global… Meskipun kondisi keuangan dua pabrikan tadi jelas belum sembuh dari krisis energi di era 70-an, bodo amat, persaingan menuju supremasi tertinggi tetap lanjut.
So, menyusul CX500 Turbo ditahun 1982, datanglah jawaban motor bermesin turbocharger dari pabrikan garputala, namanya Yamaha XJ650 Seca Turbo.
Keunikan pertama dari motor ini bisa kalian lihat tanpa perlu saya jelaskan detailnya. Ya, yang saya maksud adalah konsep styling desainnya. Kalau Honda CX500 Turbo itu desainnya terkesan kalem meskipun speknya alien, nah Yamaha Seca Turbo ini tampangnya justru mirip motor hasil produksi alien.
Desainnya ini ibarat motor science-fiction yang ada di film era 80-an, which it is, karena memang basic Seca Turbo ini dipakai di film Bond tahun 1983 berjudul Never Say Never Again. Tapi uniknya, isi dibalik fairingnya itu sendiri justru konsepnya berbanding terbalik dibanding desainnya. Ya, beda dari CX500 Turbo yang mesinnya super canggih & kompleks, Yamaha Seca Turbo ini justru dibuat jauh lebih simple dan lebih manusiawi, eh maksudnya ridersiawi.

Mesinnya diambil dari XJ650 Seca konvensional yang pakai konfigurasi 4 silinder segaris berkapasitas 650cc. Basic dasar mesinnya jelas jauh lebih cocok dipasang Turbo – khususnya dari sisi exhaust flow yang bakal terus memutar baling-baling turbo tanpa jeda, beda dari V-Twin kepunyaan CX500 yang harus diutak-atik sana-sini buat mengurangi lag. Klepnya sama-sama ada 8 biji tapi yang ini untuk 4 silinder, otomatis valve area lebih luas, dan asupan boost ke ruang bakar juga bisa lebih mumpuni.
Next, gak mau kalah dari penempatan posisi turbo punya CX500 yang diantara bank angle mesin V-Twin, Yamaha juga menempatkan turbonya diposisi yang unik. Turbonya itu diletakkan dibawah joint antara sasis & swingarm, atau kalau dimotor sport modern kalian itu ada diposisi link monoshock belakang. Harapannya, turbo bisa mendapat sedikit pendinginan angin dari posisi bawah motor. Solusi dibanding penggunaan Turbo dari Z1R-TC yang belibet dibelakang mesin.
Dan seperti halnya Honda, Yamaha juga belajar dari kegilaan Z1R-TC dan memberikan beberapa upgrade untuk mesin 4-silindernya. Silinder blok dan head dibuat dengan konstruksi yang lebih kuat dan sirip air fins lebih lebar untuk memaksimalkan pendinginan. Pistonnya pakai tipe forged yang lebih tebal supaya lebih kuat menahan boost, plus ditambah dengan setang piston khusus yang punya sejenis penyemprot oli ke belakang kepala piston – lagi – supaya lebih dingin. Dan olinya juga didinginkan lewat pengaplikasian oil cooler kecil.
Bahasa simpelnya, mesin di XJ650 Seca Turbo ini dirombak total dari Yamaha XJ650 tipe konvensional.
Terus, gimana soal Turbonya, Kang? Kalau Z1R-TC pakai Turbo bikinan TCC, sementara CX500 Turbo pakai punya IHI, gimana dengan Yamaha Seca Turbo? Nah, Yamaha ini menggaet Mitsubishi Corporation untuk mendevelop Turbo khusus buat XJ650 yang berukuran mini untuk mengurangi turbo lag. Hasilnya, Mitsubishi bikin turbo super mungil yang diameter baling-baling inletnya itu cuma 39mm. Buset, ini bahkan lebih mungil dari turbo bikinan IHI!
Dan karena diameter turbinnya itu kecil banget, otomatis tipe turbo ini secara basis konstruksi juga mustahil mengalami yang namanya Turbo Lag. Karena ya gimana mau lag, dikasih flow bertekanan dikit aja udah muter itu baling-balingnya. Tapi poin minusnya, boost pressure maksimumnya tentu nggak bakal segede di CX500 Turbo. Yamaha cuma kasih boost sekitar 7,7 Psi aja di Seca Turbonya, jauh lebih kecil dari spek dahsyat 19 Psi di Honda CX Turbo… Itupun baling-balingnya sudah dipaksa berputar sampai 210.000 RPM.
Meskipun klaim boost pressurenya lebih kecil, tapi tahun 1983 dulu majalah Cycle World menyebut jika tekanan di manifold Yamaha Seca Turbo itu aslinya nggak jauh dari boost yang diberikan CX500 Turbo. Thanks untuk mesin 4 silinder dengan firing order 180° yang flownya lebih baik untuk memutar turbin dibanding interval 270° di mesin V-Twin CX500.
Berkat boost pressure yang lebih bersahabat, Seca Turbo ini tetap bisa pakai kompresi mesin 8,2:1 – cuma turun sedikit dibanding Seca non Turbo yang pakai rasio 9,2 : 1. Dan uniknya, malah lebih tinggi dibanding CX500 Turbo, sekalipun motor Honda tadi sudah pakai pendingin radiator berikut kipasnya. Ini ibaratnya Yamaha kayak bilang: “Yaelah, ribet amat sih lu Honda”.
Soalnya, berbeda dari CX500 Turbo yang pakai teknologi injeksi yang dibarengin seabrek sensor & control elektronik canggih, pabrikan garputala pilih pakai karburator yang jauh lebih bersahabat bagi para bikers saat itu – ditambah 3 parameter sensor. Ya, cuma 3 biji doang – bukan belasan biji! Tapi yang dipakai ini bukan sembarang karburator lho, karbu mikuni CV30 yang dipakai Seca Turbo sudah dibarengi dengan elektrik fuel pump yang dikontrol lewat sensor boost.
Kenapa harus dikontrol? Soalnya kalau dibiarin pakai fuel pump standard yang tekanannya lebih tinggi dari boost turbo, waktu RPM rendah bakal banjir itu karbu. Sementara kalau tekanan fuel pumpnya rendah, waktu diboost turbo, itu bensin bakal naik lagi ke tangki gara-gara kalah pressure aliran bensinnya. Struktur box filternya juga unik, dimana air filter bakal bekerja normal saat RPM rendah, kemudian menutup lewat reed valve sewaktu diboost turbo.
Selain regulator tekanan boost turbo, praktis cuma ada 2 lagi parameter control lain di mesin Yamaha Seca Turbo ini. Keduanya adalah RPM sensor & knocking sensor yang kerja berbarengan mendeteksi knocking akibat pembakaran yang nggak sempurna. Sesuatu yang sangat ditakuti di sepeda motor, apalagi di motor Turbo yang nggak pakai control electronic kayak CX500 Turbo.
Simpelnya gini, kalau ada kondisi knocking, microchip di knocking sensor bakal memberikan input ke Ignition Control atau yang kita kenal sebagai CDI. CDI kemudian memerintahkan koil untuk mempercepat pengapian busi untuk mengurangi knocking. Dan begitu seterusnya, sampai knocking hilang dan mesin kembali bekerja seperti normal. Kombinasi mekanikal & digital yang simple, tapi luar biasa efeknya.
Berkat kombinasi mesin 4 silinder 650cc & system turbonya yang simple tapi efisien, hasilnya, mesin Yamaha XJ650 Seca Turbo ini mampu mengail power maksimum hingga 90 HP dan torsi badak diangka 81 Nm lebih! Yamaha Seca Turbo juga dikenal punya turbo lag yang jauh lebih minim dibanding CX500 Turbo. Plus jangan lupa, Seca Turbo juga tetap mempertahankan karakter sportbike 4-silinder khas ala UJM (Universal Japanese Motorcycle) yang jelas lebih menggoda dibanding V-Twin.
Yamaha Seca Turbo ini bisa dibilang menjadi pukulan telak bagi eksistensi CX500 Turbo. Sesuatu yang bikin Honda panas, kemudian langsung merilis penggantinya, alias CX650 Turbo setahun kemudian.
Spesifikasi Yamaha XJ650 Seca Turbo
Manufaktur : Yamaha Motor Co.
Model : XJ650T
Tahun Pembuatan : 1982-1983
Engine : 4-Tak, Inline-4, DOHC 8-Valve, Air + Oil Cooled, Mitsubishi TCO3-06A Turbocharger
Bore x Stroke : 63 x 52,4 mm
Kapasitas Silinder : 653 cc
Rasio Kompresi : 8.2 : 1
Boost Pressure : 7.7 Psi
Sistem Penyuplai BBM : Karburator Mikuni CV30, with Electric Fuel Pump
Transmisi : 5-Speed Manual Gearbox, Shaft Drive
Max Power : 90 HP @ 9.000 RPM
Max Torsi : 81,6 Nm @ 7.000 RPM
Chassis : Diamond Steel Double Cradle
Berat Isi : 257 Kg
Kapasitas Tangki BBM : 19,5 Liter
Suspensi Depan : 36mm Showa Telescopic Fork, Adjustable
Suspensi Belakang : Dual Showa Dampers
Rem Depan : 2 x Cakram Hidrolik, Disc 266mm
Rem Belakang : Drum Brake (Tromol)
Ban Depan : 3.25 – 19
Ban Belakang : 120/90 – V18
Tapi, ada tapinya… Meskipun Seca Turbo terkenal punya karakter mesin yang lebih baik dibanding CX500 Turbo, tapi itu bukan berarti motor yang satu ini terbebas dari problem motor turbo. Pertama, Turbo Lag itu tetap ada. Yamaha cuma berhasil memperkecil gap Turbo Lag nya aja, belum bisa menghilangkan problem ini seutuhnya. Ini disebabkan karena jalur pipa knalpot yang terlalu jauh sebelum memutar turbo. Belum lagi ditambah dengan karakter karburator vakum yang terkenal lemot respon throttlenya.
Ditambah lagi dengan penempatan Turbo yang kurang mendapat air flow untuk pendinginan. Karena menurut sebuah situs terkenal Australia, Seca Turbo mengalami penurunan performa setelah digeber bbeberapa lap, gara-gara suhu intake yang naik drastis akibat suhu boost turbo yang terlalu tinggi. Dan jangan lupa, penempatan turbonya yang didekat join swingarm juga otomatis bikin ban belakang kepanasan.
Ya, bahkan Honda & Yamaha, 2 pabrikan Jepang terbesar di skala Global, dengan motor masing-masing yang konsep turbo berbeda, ditambah biaya riset hingga jutaan Yen, belum sepenuhnya mampu mengatasi problem Turbo Lag & masalah fundamental lain yang ada di motor bermesin Turbocharger. Ini turbo emang luar biasa nyusahinnya euy!
Kemudian yang nggak kalah penting, bahkan dengan persaingan Turbo Honda vs Yamaha, keduanya juga belum mampu menarik minat konsumen untuk berpaling ke motor bermesin turbo. So, sekarang coba kalian bayangkan, gimana kalau pabrikan underdog dan kadang suka nyeleneh kaya Suzuki, ikutan gabung Turbo War juga? Bakal kayak gimana hasilnya?
hanya bisa wow!
turbo versi suzuki? next artikel nih kayaknya…
Clash Of The Titans
Hasilnya?
Diantos pisan Kang artikel Pabrikan R2 berikutnya about “Japanese Turbo War”.
Dari pertama kali baca blog Anjeun (entah berapa tahun yang lalu), meskipun artikelnya cukup panjang tapi bacanya enakeun. Ibarat klo misalkan tulisannya bisa berbicara, seperti ada intonasi naik dan turunya.. Hehee..
And after years, this is my first comment, wkwkwkwk..
cx650 turbo lompatny kenapa bs jauh bgt ke 100 hp ya kang eno?